Pages

Ads 468x60px

Senin, 19 Maret 2012

Asam mefenamat & Chloramphenikol

Asam mefenamat adalah termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs). Asam mefenamat biasa digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit ketika atau menjelang haid. Seperti juga obat lain, tentunya asam mefenamat dapat menyebabkan efek samping.
Contoh yang sering terjadi adalah merangsang dan merusak lambung. Sebab itu, asam mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mengidap gangguan lambung,dan sebaiknya diberikan pada saat lambung tidak dalam kondisi kosong atau setelah makan.Berikut penjelasannya:


Indikasi:
Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri sehabis operasi, nyeri pada persalinan.
Dosis:
Digunakan melalui mulut (per oral), sebaiknya sewaktu makan.
Dewasa dan anak di atas 14 tahun :
Dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam.
Dismenore
500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi ataupun sakit dan dilanjutkan selama 2-3 hari.
Menoragia
500 mg 3 kali sehari, diberikan pada saat mulai menstruasi dan dilanjutkan selama 5 hari atau sampai perdarahan berhenti.
Efek samping:
Dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual, muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia.
Pada penggunaan terus-menerus dengan dosis 2000 mg atau lebih sehari dapat mengakibatkan agranulositosis dan anemia hemolitik.
Kontraindikasi:
Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif terhadap asam mefenamat.
Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna.
Interaksi Obat:
Asam mefenamat akan bereaksi dengan Obat-obat anti koagulan oral seperti warfarin; asetosal (aspirin) dan insulin.


2.1 Asal dan Kimia
Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air (1:400) dan rasanya sangat pahit. Rumus molekul kloramfenikol ialah
Kloramfenikol R= -NO2
Tiamfenikol R=-CH3SO2
2.2 Farmakodinamik
Efek anti mikroba
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum anti bakteri meliputi D.pneumoniae, S. Pyogenes, S.viridans, Neisseria, Haemophillus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P. Multocida, C.diphteria, Chlamidya, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan kebanyakan kuman anaerob.
Resisitensi
Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil transferase yang diperantarai oleh faktor-R. Resistensi terhadap P.aeruginosa. Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri.
Beberapa strain D. Pneumoniae, H. Influenzae, dan N. Meningitidis bersifat resisten; S. Aureus umumnya sensitif, sedang enterobactericeae banyak yang telah resisten.
Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.Coli, K. Pneumoniae, dan P. Mirabilis, kebanyakan Serratia, Providencia dan Proteus rettgerii resisten, juga kebanyakan strain P. Aeruginosa dan S. Typhi
2.3 Farmakokinetik
Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam darah tercapai hingga 2 jam dalam darah. Untuk anak biasanya diberikan dalam bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini akan mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol.
Untuk pemberian secara parenteral diberikan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol.
Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.
Di dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi, sehingga waktu paruh memanjang pada pasien dengan gangguan faal hati. Sebagian di reduksi menjadisenyawa arilamin yang tidak aktif lagi. Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang diberikan oral diekskresikan melalui ginjal. Dari seluruh kloramfenikol yang diekskresi hanya 5-10% yang berbentuk aktif. Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama melalui filtrat glomerulus  sedangkan metaboltnya dengan sekresi tubulus.
Pada gagal ginjal, masa paruh kloramfenikol bentuk aktif tidak banyak berubah sehingga tidak perlu pengurangan dosis. Dosis perlu dikurangi bila terdapat gangguan fungsi hepar.
Interaksi dalam dosis terapi, kloramfenikol menghambat botransformasi tolbutamid fenitoin, dikumarol dan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim mikrosom hepar. Dengan demikian toksisitas obat-obat ini lebih tinggi bila diberikan berasama kloramfenikol. Interaksi obat dengan fenobarbital dan rifampisin akan memperpendek waktu paruh kloramfenikolsehingga kadar obat menjadi subterapeutik.
Antibakterial
Metabolism kloramfenikol ditingkatkan oleh rifampicin (sehingga menurunkan kadar dalam darah kloramfenikol)
Antikoagulan
Kloramfenikol meningkatkan efek antikoagulan koumarin
Antidiabetik
Kloramfenikol meningkatakn efek sulfonilurea
Antiepilepsi
Kloramfenikol meningkatkan kadar fenitoin dalam darah (meningkatkan risiko toksisitas); pirimidon meningkatkan metabolism kloramfenikol (menurunkan kadarnya dalam darah)
Antipsokotik
Hindari penggunaan bersamaan kloramfenikol dengan klozapin (meningkatkan risiko agranulositosis)
Barbiturat
Barbiturat mempercepat metabolism kloramfenikol sehingga menurunkan kadarnya dalam darah
Siklosporin
Koramfenikol mungkin meningkatkan kadar siklosporin dalam darah
Hidroxycobalamin
Kloramfenikol menurunkan respon terhadap hydroxycobalamin
Estrogen
Mungkin menurunkan efek kontrasepsi estrogen
Tacrolimus
Kloramfenikol mungkin menurunkan kadar tacrolimus dalam darah
Vaksin
Antibakterial menginaktifkan vaksin tifoid oral
2.4 Penggunaan klinik
Banyak perbedaan pendapat mengenai indikasi penggunaan kloramfenikol, tetapi sebaiknya obat ini digunakan untuk mengobati demam tifoid dan meningitis oleh H.Infuenzae juga pada pneumonia; abses otak; mastoiditis; riketsia; relapsing fever; gangrene; granuloma inguinale; listeriosis; plak (plague); psitikosis; tularemia; whipple disease; septicemia; meningitis.
Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan kloramfenikol bila masih ada antimikroba lain yang masih aman dan efektif. Kloramfenikol dikontraindikasikan pada pasien neonatus, pasien dengan gangguan faal hati, dan pasien yang hipersensitif terhadapnya. Bila terpaksa diberikan pada neonatus, dosis jangan melebihi 25 mg/kgBB sehari.
DEMAM TIFOID
Kloramfenikol tidak lagi menjadi plihan utama untuk mengobati penyakit tersebut karena telah tersedia oba-obat yang lebih aman seperti siprofloksasin dan seftriakson. Walaupun demikian, pemakaiannya sebagai lini pertamamasih dapat dibenarkan bila resistensi belum merupakan masalah.
Untuk pengobatan demam tifoid diberikan dosis 4 kali 500 mg sehari sampai 2 minggu bebas demam. Bila terjadi relaps biasanya dapat diatasi dengan memberikan terapi ulang. Untuk anak-anak diberikan dosis 50-100mg/kg BB/sehari dibagi dalam beberapa dosis selama 10 hari.
Untuk pengobatan tifoid ini dapat pula digunakan tiamfenikol dengan dosis 50 mg/kg Bbsehari pada minggu pertama lalu diteruskan 1-2 minggu lagi dengan dosis separuhnya.
Suatu uji klinikdi Indonesia menunjukkan bahwa terapi kloramfenikol (4 x500 mg/hari) dan siprofloksasin (2×500 mg/hari) per oral untuk demam tifoid selama 7 hari tidak bermakna walaupun siprofloksasin dapat membersihkan sum-sum tulang belakang  dari salmonela.
Hingga sekarang belum disepakati obat apa yang paling efektif untuk mengobati status karier demam tifoid, namun beberapa studi menunjukkan bahwa norloksasin dan siprofloksasin mungkin bermanfaat untuk itu.
Gastroentritis akibat Salmonella sp. Tidak perlu diberi antibiotik karena tidak mempercepat sembuhnya infeksi dan dapat memperpanjang status karier.
MENINGITIS PURULENTA
Kloramfenikol efektif untuk mengobati meningitis purulenta yang disebabkan oleh H.Influenzae. Untuk terapi awal, obat ini masih digunakan bila obat-obat lebih aman seperti seftriakson tidak tersedia. Dianjurkan pembaerian klramfenikol bersama suntikan ampisilin sampai didapat hasil pemeriksaan kultur dan uji kepekaan, setelah itu dianjurkan dengan pemberian obat tunggal yang sesuai dengan hasil kultur.
RIKETSIOSIS
Tetrasiklin merupakan obat terpilih untuk penyakit ini. Bila oleh karena suatu hal tetrasiklin tidak dapat diberikan, maka dapat diberika kloramfenikol..
2.5 Efek samping
REAKSI HEMATOLOGIK
Terdapat dalam 2 bentuk. Yang pertama ialah reaksi toksik dengan manfestasi depresi sumsum tulang belakang. Kelainan ini berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila pengobatan dihentikan. Kelainan darah yang terlihat anemia, retikulositopenia, peningkatan serum iron, dan iron binding capacity serta vakuolisasi seri eritrosit muda. Reaksi ini terlihat bila kadar kloramfenikol dalam serum melampaui 25 µg/ml. Bentuk ke dua adalah anemia aplastik dengan pansitopenia yang irreversibel dan memiliki prognosis yang sangat buruk. Timbulnya tidak tergantung dari besarnya dosis atau lama pengobatan. Insiden berkisar antara 1: 24000 – 50000. efek samping ini diduga efek idiosinkrasi dan mngkin disebabkan oleh kelainan genetik.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa kloamfenikol yang diberikan secara parenteral jarang menimbulkan anemia aplastik namun hal ini belum dapat dipastikan kebenarannya. Kloramfenikol dapat menimbulkan hemolisis pada pasien defisiens enzim G6PD bentuk mediteranean.
Hitung sel darah yang dilakukan secara berkala dapat memberi petunjuk untuk mengurangi dosis atau menghentikan terapi. Dianjurkan untuk hitung leukosit dan hitung jenis tiap 2 hari. Pengobatan terlalu lama atau berulang kali perlu dihindari. Timbulnya nyeri tenggorok dan infeksi baru selama pemberian kloramfenikol menunjukkan adanya kemungkinan leukopeni.
REAKSI SALURAN CERNA
Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare, dan enterokolitis
REAKSI ALERGI
Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demam Tifoid walaupun yang terakhir ini jarang dijumpai.
SINDROM GRAY
Pada neonatus, terutama pada bayi prematur yang mendapat dosis tinggi (200mg/kg BB) dapat timbul sindrom Gray, biasanya antara hari ke-2 sampai hari ke-9 masa terapi, rata-rata hari ke 4. Mula-mula bayi muntah, tidak mau menyusu, pernapasan cepat dantidak teratur, perut kembung, sianosis, dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi tampak sakit berat. Pada hari berikutnya tubuh bayi menjadi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula hipotermia. Angka kematian kira-kira 40%, sedangkan sisanya sembuh sempurna. Efek toksik ini diduga disebabkan oleh; (1) sistem konjugasi oleh enzim glukoronil transferase belum sempurna dan, (2) kloramfenikol yang tidak terkonjugasi belum dapat diekskresi dengan baik oleh ginjal. Untuk mengurangi kemungkinan terjadimya efek samping ini maka dosis kloramfenikol untuk bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB sehari. Setelah umur ini dosis 50 mgKg/BB biasanya tidak menimbulkan efek samping tersebut.
REAKSI NEUROLOGIK
Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit kepala.
Sediaan
a. Kloramfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
Kapsul 250 mg, Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4 kali sehari.Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai didapatkan perbaikan klinis.
Salep mata 1 %
Obat tetes mata 0,5 %
Salep kulit 2 %
Obat tetes telinga 1-5 %
Keempat sediaan di atas dipakai beberapa kali sehari.
Kloramfenikol palmitat atau stearat
Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung Kloramfenikol palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol). Dosis ditentukan oleh dokter.
Kloramfenikol natrium suksinat
Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g kloramfenikol yang harus dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau dektrose 5 % (mengandung 100 mg/ml).
Tiamfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
  • Kapsul 250 dan 500 mg.
  • Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk Tiamfenikol 1.5 g yang setelah dilarutkan mengandung 125 mg Tiamfenikol tiap 5 ml.






  1. Nama generik : Klorafenikol
Nama dagang Indonesia : Combisetin (Combiphar), Farsycol (Ifars), Kalmicetine (Kalbe Farma), Lanacetine (Landson)
Indikasi : Pengobatan tifus (demam tifoid) dan paratifoid, infeksi berat karena Salmonella sp, H. influenza (terutama meningitis), rickettzia, limfogranuloma, psitakosis, gastroenteristis, bruselosis, disentri.
Kontraindikasi : Hipersensitif, anemia, kehamilan, menyusui, pasien porfiria
Bentuk sediaan : Kapsul 250 mg, 500 mg, suspensi 125 mg/5 ml, sirup 125 ml/5 ml, serbuk injek. 1g/vail.
Dosis dan aturan pakai : Dewasa : 50 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.
Anak : 50-75 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.
Bayi < 2 minggu : 25 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi tiap 6 jam. Berikan dosis lebih tinggi untuk infeksi lebih berat. Setelah umur 2 minggu bayi dapat menerima dosis sampai 50 mg/kgBB/ hari dalam 4 dosis tiap 6 jam.
Efek samping : Kelainan darah reversible dan ireversibel seperti anemia aplastik anemia (dapat berlanjut menjadi leukemia), mual, muntah, diare, neuritis perifer, neuritis optic, eritema multiforme, stomatitis, glositis, hemoglobinuria nocturnal, reaksi hipersensitivitas misalnya anafalitik dan urtikaria, sindrom grey pada bayi premature dan bayi baru lahir, depresi sumsum tulang
Resiko khusus : Anemia aplastik : jarang terjadi, terjadi hanya 1 pada 25.000-40.000 penggunaan klorafenikol, diperkirakan karena pengaruh genetic dan terjadi tidak secara langsung pada saat menggunakan kloramfenikol tetapi muncul setelah beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pemakaian
Gray-baby syndrome : terjadi pada bayi yang lahir premature dan pada bayi umur < 2 minggu dengan gangguan hepar dan ginjal. Klorafenikol terakumulasi dalam darah pada bayi khususnya ketika pemberian dalam dosis tinggi ini yang menyebabkan Gray-baby syndrome.

0 komentar:

Posting Komentar